SERIES 30.04 - SASTRAJENDRA - PUPUH 4 KINANTHI
|
KETERANGAN
| DESCRIPTION |
|
|
HYANG
GIRINATA menjelaskan | HYANG GIRINATA explain |
|
|
|
Segala sesuatu
yang dijelaskan oleh Hyang Endra akan menjadi Panduan bagi semua Raja,
Spiritualis dan menjadi petuah untuk tanah Jawa |
|
|
Everything
that Hyang Endra explain will become the Guide for all Kings, Spiritualist
and become The Advice for the land of Jawa |
|
|
Untuk berilmu
kebatinan yang sempurna, hanya akan didapat oleh manusia yang mengetahui
jatidirinya dan bisa merasakan tempatnya ROSO yang nyata/sejatinya. Manusia
harus mengetahui hidupnya dan mengetahui siapa yang memberi hidup |
|
|
To
understand supernatural perfectly; only humans who know their true-self and
can feel the real place of ROSO. Man must know his life and know who gave his
life |
|
|
Manusia harus
tau yang ada dihadapannya, yang samar dan indah wujudnya; bukan lelaki bukan
perempuan juga bukan banci; tidak memiliki arah dan tinggal ditempat yang bersih
dan suci dan tidak berjiwa hidupnya dan tinggal ditengah bumi |
|
|
Man
must know what is in front of him, which is vague and beautiful in
appearance; neither man nor woman nor sissy; has no direction and lives in a
clean and holy place and has no soul and lives in the middle of the earth |
|
|
Terbalik
dengan manusia yang tidak mengerti tentang jatidirnya yang hidupnya tidak
berbeda dengan binatang; tidak dapat bergaul dengan manusia |
|
|
In
contrast to humans who do not understand about their identity whose lives are
no different from animals; can't get along with humans |
|
|
Walau manusia
sudah unggul dalam ilmu yang diberikan, tetap harus diingat bahawa ‘cahaya
hidup’ adalah ‘anugerah agung / wahyuning aji’ ada pada Batara Wisnu sebagai
‘tentara pria yang ada dibumi’ yang menjadi ‘pusaka jagad raya’ |
|
|
Even
though humans have excelled in the knowledge given, it must be remembered
that the 'light of life' is a 'great gift / a revelation' from Batara Vishnu
as a 'male soldier on earth' who is the 'treasure of the universe' |
|
|
|
|
Didalam pupuh
ini dijelaskan bahwa BATARA ENDRA kuasanya hanya ‘lahir’sedang BATARA WISNU
‘lahir dan batin’ |
|
|
In
this pupuh it is explained that BATARA ENDRA's power is only 'physical (body)'
while BATARA WISNU is 'body and mind’ |
|
|
Dalam pupuh
ini BATARA GURU meminta pada BATARA WISNU untuk menjabarkan pengertian Ilmu
Gaib, terutama tentang tanda-tanda gaib sehingga manusia bisa bermartabat
jasmani dan rohaninya |
|
|
In
this pupuh, BATARA GURU asks BATARA VISNU to explain the meaning of the
Mystical knowledge, especially about supernatural signs so that humans can
have physical and spiritual dignity |
|
|
BATARA GURU
menyatakan bahwa SANGKAN PARANING DUMADI adalah sumber hidup manusia dari
awal sampai akhir. Yang disebut NYAWA (RUH) yang bersemayam didalam
Cupumanik, pada nantinya akan bercampur dengan yang diajarkan dalam ilmu
Kaweruh Jawa |
|
|
BATARA
GURU stated that SANGKAN PARANING DUMADI is the source of human life from
beginning to end. About LIFE (SPIRIT) who resides in Cupumanik (gems), will
later be mixed with what is taught in Javanese Spirituality Knowledge |
|
|
|
|
1 |
PENJELASAN
HYANG WISNU | HYANG WISNU EXPLANATION |
|
|
|
|
|
|
|
2 |
PERTANYAAN
BATARA WISNU dan JAWABAN BATARA ENDRA | BATARA
VISHNU QUERIES and BATARA ENDRA REPLY |
|
|
|
|
|
Batara Endra
mengingatkan bahwa pertanyaan diatas sebenarnya ‘berbahaya’ |
|
|
Batara
Endra reminded that the question above is actually 'dangerous' |
|
|
|
|
|
Batara Wisnu
bertanya lagi mengenai 4 perkara yang menjadi pegangan para Raja secara
jasmani dan rohani |
|
|
Batara Endra
menyadari bahwa akhirnya semua itu harus selaras; tetapi memohon kepada
Batara Wisnu utnuk menjelaskannya |
|
|
Batara
Vishnu asked again about 4 matters that all Kings hold on for their physical
and spiritual development |
|
|
Batara
Endra realized that in the end everything had to be in harmony; but he asked
Batara Vishnu to explain it |
|
|
|
|
3 |
PENJELASAN
BATARA WISNU | BATARA VISHNU EXPLANATION |
|
|
|
|
|
4 perkara itu
dikenal juga sebagai | the 4th
matters also known as |
|
|
|
|
|
Yang kemudian
berkembang menjadi | which then develop to be |
|
|
|
|
|
Setelah 4
perkara menjadi cahaya semuanya dan bersatu didalam pagar Kawulo-Gusti; maka
sudah tidak lagi meninggalkan mayat dikemudian hari dimana tulang, daging,
kulit dan darah semua sudah menjadi satu berada didalam ‘pagar tempat
asalnya’ hanya kesucian yang akan tinggal (Moksa) |
|
|
Inti daripada
penyatuan itu adalah semuanya akan menitis menjadi bibitnya manusia;
bolak-balik akan menjadi manusia lagi sesungguhnya asalnya tak berujud;
itulah menyatunya Kawulo-Gusti |
|
|
After
all, 4 matters become light and unite in the Human-God fence; then it will no
longer leave corpses in the future when bones, flesh, skin and blood have all
become one inside the 'fence of where they came from', only holiness will
remain (Moksa) |
|
|
The
essence of the unification is everything will incarnate become human seeds;
back and forth will become human again; in fact, the origin is formless; it
is the merging of man-God |
|
|
|
|
4 |
TAMBAHAN
dari BATARA WISNU | ADDITIONAL from BATARA
WISNU |
|
|
|
|
|
CATATAN
PENULIS | AUTHOR NOTES |
|
|
Pengetahuan
ini dapat terlaksana karena adanya restu dari Hyang Maha Kuasa yang kemudian
dilaksanakan dengan ketetapan dan keberanian lahir dan batin. Karena
dibutuhkan keberanian untuk melepaskan kesenangan duniawi untuk menuju kepada
pemahaman ‘Ilmu Kawruh Jawa’ |
|
|
This
knowledge can be carried out because of the blessing of the Almighty which is
then carried out with determination and courage both physically and mentally.
Because it takes courage to let go of worldly pleasures to follow the road of
understanding the 'Javanese Kawruh (knowledge)’ |
|
|
|
|
5 |
LANGKAH-LANGKAH
MEMAHAMI KAWERUH JAWI |
|
|
STEP-BY-STEP OF UNDERSTANDING THE KAWERUH JAWI |
|
|
|
|
|
CATATAN
PENULIS | AUTHOR NOTES |
|
|
Yang paling
sulit adalah ‘kelengkapan berbudi pekerti (sikap dan pelaksaanan)’
yang pada umumnya tidak dapat dicapai |
|
|
The
most difficult is ‘the completeness of character (attitude and
implementation)' which is usually not achievable |
|
|
|
|
|
|
Pupuh 4 –
Kinanthi / 64 verses |
||
|
Javanese |
Indonesian |
English |
1 |
langkung
sukanirèng kalbu/ kanglingyé dènya miyarsi/ déné tan ana kang lêpat/ wijangé
sawiji – wiji/ nastiti mêlok tan siwah/ kang nyawang lan kang ningali// |
Dengan hati
penuh sukacita/ dengan maksud memberi petunjuk/ tanpa ada yang kelewatan/
dipilah satu-persatu/ teliti mengikuti tanpa terkecuali/ atau menerawang dan
melihat-lihat// |
With
a heart full of joy/ and with the intention on giving information/ without
missing anything/ sorting it one by one/ following carefully without any
exception/ or gazing and looking out// |
2 |
Hyang Girinata
lingnyarum/ mring Bathara Éndra malih/ hèh kaki iku kawruha/ bésuk iku bakal
dadi/ bêtuwah ing Tanah Jawa/ agêmé para narpati// |
Hyang Girinata
menambahkan/ kepada Bathara Endra lagi/ -hèh-
anakku ketahuilah/ besok hal ini akan menjadi petuah di tanah Jawa/
pegangan dari para Raja// |
Hyang
Girinata added/ to Bathara Endra again/ -hèh- my son, please know/ tomorrow
this will be a piece of advice in the land of Java/ the rule of conduct for
the Kings// |
3 |
miwah sagung
para nujum/ pasthi ngidhêp kawruh iki/ sing sapa wruh jatinira/ surasa kang
dèn rasani/ ênggoning rahsa kang nyata/ iku manungsa linuwih// |
Termasuk semua
para ahli peramal/ pasti mempelajari ilmu ini/ siapa yang tahu jatidirinya/
dan dapat mengerti apa yang dirasakan/ tempat dari ‘Rasa’ yang sebenarnya/
itulah manusia yang berkelebihan// |
Including
all fortune-tellers/ they must study this knowledge/ he, who knows his
self-identity/ and can understand what he feels/ and know the real place of
true ‘Senses'/ that is the human being with superiority// |
4 |
pasthi wruh
ing uripipun/ sarta wruh ingkang nguripi/ têtêping manungsanira/ kudu
ngawruhi kang mungging/ tabangalan ngarsanira/ kang sawang–sinawang kalih// |
Pasti dalam
mengetahui hidup sendiri/ serta tahu cara menghidupi/ dan kehidupan manusia yang
pasti/ haruslah mengetahui yang ditempati/ untuk memperkuat keyakinan/ dalam
penerawangan yang telah terlihat// |
Certainly,
in knowing one's own life/ and knowing how to live their life/ and certainty
in human life/ human must know ‘what is he occupying’/ to strengthen his
belief/ in visions that he has been seen// |
5 |
élok samar
wujudipun/ tan jalu datan pawèstri/ dudu wandu nora arah/ tan manggon uripé
suci/ mlinjung têngah bawana/ tanpa jiwa uripnèki// |
Bayang-bayang
indah wujudnya/ bukan lelaki dan bukan perempuan/ bukan banci juga arahnya/
tanpa tempat hidupnya tetap suci/ mencuat ditengah buana/ hidup tanpa jiwa// |
Beautiful
shadows of his form/ not a man and not a woman/ not in the direction of a
sissy as well/ without a place to live but still holy/ sticking out in the
middle of the world/ alive without any soul// |
6 |
wus tan paé
lawan ingsun/ têtêp manungsa sajati/ kosok bali kang tan wikan/ marang
pangéranirèki/ uripé tan paé kéwan/ tan bisa amor lan janmi// |
Tidak berbeda
dengan saya/ tetap sebagai manusia yang sesungguhnya/ kembali lagi tidak ada
yang mengerti/ maksudnya pangeran ini/ hidupnya tak berbeda dengan hewan/
tanpa bergaul dengan sesama manusia// |
No
different from me/ stay as a real human being/ than back again no one
understands/ what this prince means/ his life is no different from animals/ never
living with any fellow humans// |
7 |
mula sira
putraningsun/ dadiya wawakil mami/ ngong wênangkên ngukum ganjar/ marang
sagunging kumêlip/ nanging kaki kawruhana/ sanadyan sira wus luwih// |
Oleh karenanya
putraku/ jadilah mewakili saya/ saya beri kuasa untuk memberi hukuman/ kepada
siapapun yang tidak tetap hatinya/ namun anakku mengertilah/ walaupun kamu
sudah pandai// |
Therefore,
my son/ be my representative/ I give the power to punished/ for anyone who have
doubt in his heart/ but my son, please understand/ even though you are
smart// |
8 |
masésa
sakèhing ratu/ ing tanah sabrang lan Jawi/ kang kungkulan ing akasa/ kang
kasangga ing pratiwi/ kabèh kawêngku ing sira/ nanging élinga nak mami// |
Berwenang
seperti raja/ ditanah sebrang dan Jawa/ yang berkumpul di angkasa/ yang
ditumpu oleh bumi pertiwi/ semua tercakup padamu/ namun ingatlah anakku// |
With
power like a king/ on the other side of the land and Java/ gathered in the
sky/ supported by the mother earth/ and everything belongs to you/ but
remember my son// |
9 |
babon ingkang
para ratu/ nurbuwat[1]
wahyuning aji/ kawêngku Wisnu Bathara/ prajurit lanang ing bumi/ musthikaning
jagad raya/ Bathara Wisnu linuwih// |
Induk dari
para raja/ dan yang terpilih membawa cahaya hidup/ dipegang oleh Bathara
Wishnu/ prajurit lelaki di bumi/ mustikanya jagad raya/ Bathara Wisnu yang
terkemuka// |
The
Ancestor of all the kings/ and the chosen one who brings the light of life/
held by Bathara Vishnu/ the male warrior on earth/ the gem of the universe/
the foremost Bathara Vishnu// |
10 |
nadyan
Suralaya kulup/ yèn tininggal Wisnu mamring/ tan ana prajuritira/ mung Wisnu
prajurit luwih/ mula sira nadyan tuwa/ jaluka kawruhirèki// |
Meskipun enak
hidup di surga/ bila ditinggal Wishnu, menjadi sepi dan senyap/ tidak ada
prajuritnya/ hanya Wishnu lah prajurit yang hebat/oleh karena kamu sudah
cukup tua/ mohonlah pengetahuannya// |
Even
though it's good to live in heaven/ when Vishnu leaves, it becomes lonely and
quiet/ there is no soldiers/ only Vishnu is the great warrior/ because you
are old enough/ ask for his knowledge// |
11 |
aja pakéwuh
nak ingsun/ wêruha mring wahyu[2]
jati/ jatining nugraha tama/ Si Wisnu nguni wus dadi/ muridé raja pandhita/ jêjuluk Sri Ngusman Aji[3]//[4] |
Jangan malu
dan ragu anakku/ pelajarilah tentang petunjuk sejati/ inti yang utama dan
sesungguhnya/ Wishnu berkata sudah terjadi/ murid dari pandita utama/ dengan nama Aji Saka[5]//
[6] |
Don't
be shy and doubt my son/ learn about the true instructions/ the main and true
essence/ Vishnu said it already happened/ disciple of the main priest/ by the name of Aji
Saka//[7] |
12 |
iku pandhita
pinunjul/ lêlanasing Bani Israil[8]/
dèn titisi Hyang Nur Cahya/ mula sira aja sisip/ angalapa kawruhira/ Si Wisnu
ingkang antuk sih//[9] |
Beliau adalah
pendeta yang hebat/ yang berkelana di tanah yang
dijanjikan[10]/ yang menjadi
penjelmaan dari ‘Hyang Nur Cahaya’/ makanya jangan sampai terlupa/
pelajarilah pengetahuannya/ dari Wishnu yang telah mendapatkan kasih// [11] |
He
is a great priest/ who travels to the promised land[12]/ who is the
incarnation of 'Hyang Nur Cahaya'/ so don't forget / learn his knowledge/
from Vishnu who has received love//[13] |
13 |
Hyang Éndra
putêk ing kalbu/ wasana turira aris/ kawula inggih sandika/ pruwita kadang
taruni/ kirang pakèwêt punapa/ éwa samantên déwaji// |
Hyang Endra
gelisah hatinya/ dengan kata-kata yang sopan berujar/ saya hanya mengikuti/
belajar sebagai murid/ kurang diterima tidak apa-apa/ begitu adanya Dewa yang
bijak// |
Hyang
Endra was restless in his heart/ with polite words, he said/ I just followed/
and studied as a student/ it's okay to be unaccepted/ it is as it is my wise
Deva// |
14 |
nadyan kuwalik
pukulun/ nanging anglampahi wajib[14]/
istiyar[15]
rahayungrat/ nanging yèn kaparêng singgih/ pun adhi kadhawuhana/ pinanggih
nèng wisma mami// |
Walaupun
terbalik paduka/ tetapi harus dilakukan/ kita harus memilih yang sesungguhnya/
namun jika diijinkan/ maka saya akan memberitahukan/ agar bertemu ditempat
yang Mulia// |
Even
though it's upside down, Your Majesty/ but it must be done/ we must choose
the truth/ but if it is allowed/ then I will notify/ to meet at His Majesty's
(God) place// |
15 |
Hyang Guru
mèngsêm lingnyarum/ luwih gampang iku kaki/ nanging sira sumurupa/ kuwasamu
amung lair/ Si Wisnu antuk nugraha/ pangnyasané lair batin// |
Hyang Guru
tersenyum simpul/ lebih mudah begitu, anakku/ namun kamu mengertilah/ kekuasaanmu
hanyalah jasmani/ Wishnu yang mendapat anugerah/ untuk menguasai jasmani dan
rohani// |
Hyang
Guru smiled faintly/ easier that way, my son/ but you understand/ your power
is only physical/ Vishnu is the one who is gifted/ to master the body and
spiritual mind// |
16 |
Bathara Éndra
tumungkul/ sang Hyang Guru gya nimbali/ Bathara Wisnu wus prapta/ wotsêkar
lênggah ing ngarsi/ jajar lan Bathara Éndra/ Hyang Girinata nabda ris// |
‘Bathara
Endra’ menunduk/ ‘Sang Hyang Guru’ segera memanggil/ Bathara Wishnu telah
hadir/ duduk didepan bunga yang mekar/ sejajar dengan Bathara Endra/ Hyang
Girinata berkata perlahan// |
'Bathara
Endra' bowed his head/ 'Sang Hyang Guru' immediately called everyone who is
present/ Bathara Vishnu was present/ sat in front of a blooming flower/
side-by-side to Bathara Endra/ Hyang Girinata said slowly// |
17 |
hèh
yoganingsun ki Wisnu/ sira srasèhana ngèlmi/ lan kakangira si Éndra/ mrih
golongé kawruh Jawi/ lan sualé kakangira/ tarbukanên dipun aglis// |
-heh- anakku Wishnu/
kamu diajarkan pengetahuan/ dan kakakmu Endra/ tentang golongan pengetahuan
Jawa/ yang menjadi masalahnya kakakmu juga/ jelaskanlah dengan terbuka dan
singkat// |
-heh-
my son Wishnu/ you were taught the knowledge/ and also your brother Endra/
about the Javanese knowledge/ which become the problem of your brother too/
please explain it openly and briefly// |
18 |
wiritna kang
kongsi urut/ jêr sira nguni kêmurid/ marang sang raja pandhita/ Ngusman Aji
Banisrail/ panuksmané Hyang Nur Cahya/ yêkti sira wus mumpuni[16]// |
Bacakan dengan
urut dan seksama/ sebagaimana kamu berbicara kepada muridmu/ kepada sang raja
pendeta/ Aji Saka dari tanah yang dijanjikan/ yang dikenal sebagai Hyang Nur
Cahaya/ setahu saya kamu sudah memahami semuanya//[17]
|
Read
it in sequence and carefully/ as you speak to your students/ to the king of
the priest/ Aji Saka of the promised land/ known as Hyang Nur Cahaya/ as far
as I know you have understood everything//[18] |
19 |
sakathahing
kawruh putus/ wruh marang sandining gaib/ martabat jêro lan jaba/ sangkan
paraning dumadi/ panjêr uriping manungsa/ kang langgêng ing awal akir// |
Sebanyak pengetahuan
yang telah selesai dimengerti/ pengetahuan yang bersanding dengan kegaiban/
untuk ber-martabat didalam dan diluar/ dari asal muasal manusia sampai mati/
sumber kehidupan manusia/ yang abadi dari awal sampai akhir// |
As
much as knowledge that has been completely understood/ a knowledge that is
coupled with spiritualism/ to teach nobility inside and outside/ from the birth
of humans until its death/ the source of human life/ eternal from beginning
to end// |
20 |
kang aran
nyawa satuhu/ kang ngêdhaton cupu manik/ paran ing bénjang campurnya/ iku
patrapna kang yêkti/ Bathara Wisnu tur sêmbah/ pukulun kalamun mami// |
Yang dikenal
sebagai nyawa itu/ yang berkedudukan di cupu-manik/ tujuannya bila esok
bersatu/ lakukanlah dengan benar/ Bathara Wishnu menyembah/ kepada semua yang
hadir// |
What
is known as the spirit/ which is located in the gems/ the goal if tomorrow they
will be united/ you can do it in the right way/ Bathara Vishnu bow/ to all
present// |
21 |
panca purwanda
puniku/ yèn saking pamanggih mami/ tan paé lan panca cahya/ déné têrangé kang
yêkti/ ambêking surya punika/ dunungé paningal yêkti// |
5 hal yang
terdahulu/ kalau berdasarkan temuan hamba/ tidak berbeda dengan 5 cahaya/
yang cahayanya sangat luas/ nafasnya Surya yang sebenarnya/ wujudnya terlihat
jelas// |
The
previous 5 things/ based on my findings/ no different from the 5 lights/
whose light is very broad/ the true breath of the sun/ the form is clearly
visible// |
22 |
déné ta
pangwasanipun/ waskitha sabarang kardi/ sagêd wuninga ing pajar/ suwung[19]
aranira singgih/ yèn dalu padhangé sirna/ sumusup pêpêtêng sami// |
Semua dalam
pengawasannya/ waskita dalam segala hal/ dapat melihat dengan jelas/ yang
dimaksud dengan -suwung-[20]/
kalau malam cahaya nya hilang/ menyusup bersama gelap// |
Everything
is under his supervision/ superior in everything/ he can see clearly/ what is
meant by -suwung[21]-/ when the light is
going away at night/ and dark creeps in// |
23 |
mila ngagêsang
puniku/ yèn wus mêlèk pasthi guling/ déné bumi ambêkira/ dumunungé anèng
daging/ pangwasané datan siwah/ murah dunya sih ing akhir// |
Maka hidup itu
adalah/ kalau sudah bangun pasti tidur/ itulah nafasnya bumi/ yang berada
didalam daging/ keadaaannya tidak berubah/ kemudahan dunia dari awal sampai
akhir// |
Then
the meaning of life is/ when you wake up you must asleep/ that is the breath
of the earth/ which is in our flesh/ this condition does not change/ ease of
the world from beginning to end// |
24 |
anganakkên
wulu rambut/ utawi sarining wiji/ sadaya sami ngalêmpak/ déné ta ambêking
angin/ dumunung wontên ing napas/ panguwasanipun sami// |
Seperti menumbuhkan
bulu rambut/ atau serbuk sarinya buah/ semua sama menyatu/ itulah nafasnya
angin/ dan yang berada didalam nafas/ penguasaannya adalah sama// |
It's
like growing hairs/ or the pollen of a fruit/ everything is the same/ that's
the breath of the wind/ and what's in the breath/ the mastery is the same// |
25 |
lan angin satuhunipun/
pan dadi sarining urip/ lawan têtalining gêsang/ dédé kang amaha suci/ déné
ambêking samodra/ dumunung ing rahsa yêkti// |
Sedang angin
sebenarnya adalah/ yang menjadi sarinya hidup/ yang menjadi pengikat
kehidupan manusia/ berbeda dengan Hyang Maha Suci (nyawa = yang membuat hidup
kita)/ dia bernafas seperti Samudra/ bertempat didalam darah dan rasa// |
While
the wind is actually/ the essence of life/ which binds human life/ different
from Hyang Maha Suci (the Most Holy = our Spirit)/ he breathes like the
ocean/ resides in blood and senses// |
26 |
kuwasa wèh
rahsa agung/ miraos pêdhês lan asin/ wignya ngiyêmkên sarira/ rah warata
angêbêki/ ngagêsang sajatinira/ uripé kungkum nèng warih// |
Berkuasa untuk
memberi rasa yang agung/ merasakan pedas dan asin/ mengerti melembutkan
selera/ dan darah dengan rata memenuhi/ sesungguhnya ini yang menjadikah
kehidupan manusia/ hidupnya terendam didalam air// |
He
has power to give a great senses/ to taste spicy and salty/ to understand how
to soften the taste/ and spread-out blood evenly/ actually this is what makes
human alive/ living and submerged in water// |
27 |
gantya langit
ambêkipun/ dumunung ing jasat yêkti/ kaananing badan wadhag/ raga sajabaning
kulit/ déné kanyataanira/ kandhanging jagad pribadi// |
berganti
dengan nafasnya langit/ yang berada didalam jasad/ demikianlah keadaan sifat
dari badan (jasad)/ tubuh yang dibalut kulit/ itulah kenyataannya/ yang
melindungi jagad pribadi// |
change
with the breath of the sky/ which is in our body/ such is the state of the
nature of our physics (body)/ than the body covered with skin/ that is the
reality/ that to protects a person (& personality) in this universe// |
28 |
luguning
langit puniku/ kakandhang ing jagad jawi/ déné kang catur purwanda/ punika
sayêkti sami/ kalawan kang catur cahya/ makatên dunungé nênggih// |
Lihatlah
kesederhanaan langit itu/ yang dikurung diluar jagad/ ini yang disebut 4 hal
yang awal/ sebenarnya ini sama saja/ dengan ke 4 cahaya/ begitulah awalnya// |
Look
at the simplicity of the sky/ that is confined to the outside of the
universe/ these so-called 4 first things/ actually these are the same/ with
the 4 lights/ that's how it started// |
29 |
têtêp nyata
têgêsipun/ nèng cahya dunungirèki/ maligéning gêsang kita/ wignya babarakên
sami/ byar katon sami sakala/ titis têgêsé sayêkti// |
Tegasnya,
tetap lah terlihat nyata/ didalam cahaya adanya/ meliputi seluruh kehidupan
kemanusiaan kita/ uraiannya akan tetap sama/ dan biar terlihat sama semuanya/
atau tepat tegasnya// |
Strictly
speaking, it still looks real/ in the light of existence/ and covers all of
our human life/ the description will remain the same/ and so that everything
looks the same/ or accurate, strictly speaking// |
30 |
nèng lésan ing
dunungipun/ mula pangucap puniki/ kudu tètèh tan kênoncat/ yèn oncat tumiba
nisthip/ tatas têgêsé punika/ pamirêng dunungirèki// |
Dalam ucapan
adanya/ awal dari berbicara itu/ harus lancer dan tidak berlompatan/ kalau
melompat akibatnya hina/ tuntas tegasnya, katanya/ dalam pendengaran itulah
letaknya// |
In
speech where it is/ the beginning of speaking/ must be fluent and not
jumping/ if you jump the result is humiliating/ comprehensive and completed,
he said/ in hearing that is where it is// |
31 |
anganglongakên
pangrungu/ kudu trus saraosnèki/ putus têgêsé paningal/ déné wruh sawiji –
wiji/ ala bêcik kudu wikan/ punika watoning adil// |
Mengikuti yang
diterima pendengaran/ harus terus di rasakan/ dengan putusnya penglihatan/
dia mengetahui satu persatu/ baik dan buruk harus dimengerti/ itulah pedoman
untuk keadilan// |
Following
what is received by hearing/ you must continue to sensing/ with the loss of
sight/ he knows one by one/ good and bad must be understood/ that is the
guide for justice// |
32 |
makatên
suraosipun/ kang panca purwanda yêkti/ sami lan catur purwanda/ ing mangké
ulun mêwahi/ ngaturi sual minangka/ jangkêping sêdya sayêkti// |
Begitulah pengertiannya/
tentang 5 hal asal muasal/ sama dengan 4 asal muasal/ nanti akan saya
lengkapi/ dalam rangka pemberian nasihat ini/ untuk melengkapi semuanya ini//
|
That's
what it means/ about the origin of the first 5 things/ it is equal to the
origin of the first 4 things/ later I will complete it/ in the context of
giving this advice/ to complete all of this// |
33 |
makatên ing
têmbungipun/ duk anèng sutamayèki/ wontên têmbung catur warna/ wingit singit
sirung nênggih/ jatmika sakawanira/ lah punika kados pundi// |
Begitulah yang
disebutkan/ yang ada dalam keutamaan/ dalam tulisan 5 warna/ gaib sekali di penciuman
nya/ semuanya dijelaskan dengan sopan dan santun/ -lah- begitulah adanya;
jadi harus bagaimana?// |
That's
what it says/ that's the ultimate/ it is written in 5 colors/ it's a
supernatural senses/ everything is explained in politeness and courteous/ -lah-
that's how it is; so what to do?// |
34 |
Bathara Éndra
lingnyarum/ dhuh yayi panêmu mami/ baya mangkéné têgêsnya/ wingit iku tan
kaèksi/ alingan mawa warana/ tan gampang dinugèng ati// |
Bathara Endra
menanggapi/ -dhuh- adik, menurut pemahaman saya/ berbahaya itu begini
maksudnya/ gaib itu tidak terlihat/ tertutup oleh sekat/ tidak mudah
dirasakan hati// |
Bathara
Endra responded/ -duh- brother, according to my understanding/ dangerous is
in what it means/ the supernatural is invisible/ it covered by screens/ not
easily felt by heart// |
35 |
arang kang
bisa anuju/ kajaba janma linuwih/ kang limpat tuk wahyuning hyang/ déné
singit nunggil kapti/ padha tan kêna dinuga/ tan katon gêlaring budi// |
Jarang yang
sampai ketujuan/ kecuali manusia yang mempunyai kelebihan/ yang mampu melihat
wahyu nya Hyang/ secara diam-diam akan menyatukan keinginan/ pada hal-hal
yang tidak diduga/ tidak kelihatan dalam menunjukkan budi pekerti// |
Human
are rarely reaching that goal/ except for special humans who have
superiority/ who are able to see Hyang's revelation/ and will secretly unite his
desires/ on things that are not expected/ invisible in showing character// |
36 |
awit sêpi ing
panuju/ ing karsa têmah mêdéni/ sirung rungkut têgêsira/ kumukusé napsu
nênggih/ akarya ribêting lampah/ pêtêng têmah anyamari// |
Karena sepi
dalam keinginan/ biasanya menakutkan/ gelap-gulita tegasnya/ dan berasapnya
nafsu, yakni/ untuk mengatasi kesulihatan dalam mengambil Langkah/ gelap
dapat menyamarkan// |
Because
it's lonely in desire/ usually scary/ pitch-dark in fact/ and the smog of
lust, namely/ to overcome the obviousness of taking a steps/ darkness as
disguise// |
37 |
nuwuhkên
mirising kalbu/ déné jatmika puniki/ ênêng êning têgêsira/ nora rongèh têtêg
wani/ yèn sinawang
karya uwas/ wasana ngrêsêpkên ati// |
Ini
menimbulkan kekhawatiran kalbu/ sebenarnya sopan dan santun itu adalah/ diam,
hening tegasnya/ tidak berubah dan tetap berani/ bila dilihat hasil kerja
yang lalu/ akhirya menyenangkan hati// |
This
raise concerns in the heart/ actually being polite and courteous is/ silent,
firmly silent/ does not change and remains brave/ when you see the results of
past work/ finally it will be pleasing to the heart// |
38 |
patang prakara
puniku/ agêming para narpati/ tan sabên janma uninga/ Hyang Wisnu umatur
malih/ lêrês kang patang prakara/ agêming para narpati// |
4 perkara itu/
pegangan para raja/ tidak semua manusia memahami/ Hyang Wisnu menambahkan
lagi/ benar kakak, 4 perkara itu/ adalah pegangan para raja// |
Those
4 things/ is the rule of conduct of the kings/ not all humans understand/
Hyang Vishnu added again/ that's right brother, those 4 things/ are the rule
of conduct of the kings// |
39 |
nanging mung
lair pukulun/ batinipun kados pundi/ sagêdipun botên sêmang/ mrih pitados
lair batin/ Hyang Éndra èmêng ing driya/ wasana ngandika aris// |
Tetapi hanya
fisiknya saja/ jiwanya bagaimana/ kebiasaannya tidak sesuai/ maksudnya untuk
lahir dan batin/ Hyang Endra sedih didalam hatinya/ tapi semuanya harus
selaras// |
But
only physically/ how about his spirit/ his habits are not appropriate/ it
means for body and soul/ Hyang Endra is sad in his heart/ but everything must
be in harmony// |
40 |
yayi apuranta
iku/ pun kakang durung mrangguli/ mêloké kang catur warna/ mula babar pisan
yayi/ dumukên kênyatanira/ liring dunungan puniki// |
Adik,
maafkanlah hal itu/ kakak pun belum menemukannya/ dalam hal mengikuti ke 5
warna/ maka itu, jelaskanlah semuanya adikku/ hadapkanlah bukti-buktinya
secara nyata/ seperti tempat istirahat ini// |
Brother,
I'm sorry about that/ I haven't found it yet/ in terms of following the 5
colors/ so, please explain everything my brother/ present the evidence in
real/ like here it is; our resting place// |
41 |
supaya ngong
mèlu wêruh/ saking brêkahira yayi/ Hyang Wisnu matur prasaja/ wijining
dunungan nênggih/ wijangipun pan mangkana/ wingit têgêsipun yêkti// |
Supaya saya
dapat ikut memahami/ dari anugerah yang dimiliki adinda/ Hyang Wisnu memohon
dengan santun/ sampai dititik berhenti itu/ jelaskan lah di titik itu/
mengenai gaib tegasnya// |
So
that I can understand/ from the grace that is owned by you my brother/ Hyang
Vishnu begged politely/ until that stopping point/ please explain at that
point/ about the unseen matter specifically// |
42 |
guwaya ingkang
tan sirung/ têgês guwaya puniki/ inggih sawarnining cahya/ singit punika
prihatin/ myang napsu sajatinira/ warnining urup sayêkti// |
Raut wajahnya
tidak gelap/ tegasnya adalah raut wajahnya/ warnanya bercahaya/ saya sangat
prihatin/ sebenarnya, terhadap nafsu/ warnanya hidup yang senyatanya// |
The
expression on his face is not dark/ strictly speaking it is the expression on
his face/ the face is glowing/ I am very concerned/ actually, about lust/ the
color is glowing in fact// |
43 |
sirung makatên
liripun/ jêjêring janggêrêng nênggih/ janggêrêng awarni kantha/ déné jatmika
puniki/ jinêm ing
sajatinira/ jinêm punika pamanggih/ |
Begitulah
suasananya, gelap pengap/ wujudnya besar dan berjejer/ wujudnya berwarna
hitam/ tetap sopan keberadaannya/ tenang dalam sejatinya/ ketenangan itu
adalah titik temunya// |
That's
the atmosphere, it's dark and stuffy/ its shape is big and lined up/ its
shape is black/ the existence is still polite/ its calm in its essence/ that
serenity is the actual meeting point// |
44 |
pamanggih
thukuling sêmu/ dadosé tan mindho kardi/ nanging kajawi punika/ wontên
martabat kang luwih/ pan inggih kawan prakara/ aranipun lir puniki// |
Tumbuhnya
pertemuan itu adalah semu/ jadinya tidak bekerja dua kali/ tetapi diluar itu/
ada harga diri yang lebih besar/ benar ini adalah kawan dari masalah/
begitulah yang dikatakannya// |
The
growth of this meeting point is fake/ so, it doesn't work twice/ but beyond
that/ there is greater self-esteem/ it’s true this is a companion of trouble/
so he says// |
45 |
liyêp ing
sajatinipun/ sampurnaning rah ing bénjing/ yêkti sami dados cahya/ layap
punika ing bénjing/ daging ugi dados cahya/ lan luyut punika bénjing// |
Sesungguhnya
agak tertutup matanya/ nantinya ada di kesempurnaan darah/ semuanya sebenarnya
sama jadi cahaya/ setelah berada diantara tidur dan bangun/ daging juga akan
menjadi cahaya/ esoknya akan kelihatan kebebanan// |
In
fact, his eyes are a bit closed/ later on, it’s in the perfection of blood/
everything is actually the same as light/ after being in between asleep and
awakening/ the flesh will also become glowing/ the next day it will look
burdensome// |
46 |
sampurnaning
balung sungsum/ nanging yêktiné ing bénjing/ inggih sami dados cahya/ déné ta
lêngit puniki/ sampurnaning kulit kita/ ugi dados cahya bénjing// |
Kesempurnaannya
ada di tulang sumsum/ yang sebenarnya akan muncul esok/ akan sama dengan
cahaya/ begitu juga dengan gaib ini/ kesempurnaan kulit kita/ juga akan
menjadi cahaya esok// |
The
perfection is in the bone marrow/ the truth will appear after/ it will be the
same as the light/ so will this supranatural/ the perfection of our skin/
will also be tomorrow's light// |
47 |
makatên
katranganipun/ kulit sayêkti yèn dadi/ cahya cêmêng déné êrah/ bénjing dados
cahya abrit/ déné daging dados cahya/ kang warna kuning dumêling// |
Begitulah
keterangannya/ kulit itu sebenarnya kalau menjadi cahaya/ akhirnya akan
menjadi cahaya merah/ dan daging saat menjadi cahaya/ akan berwana kuning
terang// |
That's
what it says/ the skin is actually will becomes light/ it will eventually
turn red/ and flesh when it becomes light/ will be bright yellow// |
48 |
sampurnané
ingkang balung/ dados cahya pêthak pasthi/ cahya ingkang catur warna/ punika
sumrawung nênggih/ ingkang dados pancadriya/ lajêng sumusup ing bénjing// |
Kesempurnaannya
tulang/ pasti akan menjadi cahaya putih/ ke 4 warna cahaya itu/ semua akan
berkumpul dan menjadi 5 indera/ keesokannya akan menyusup kedalam// |
Perfection
of our bones/ will surely become white light/ all will turn to become 4
colors of light/ and all will gather and become 5 senses/ the next day it will
infiltrate// |
49 |
mring
pancamaya satuhu/ cahya wau nulya dadi/ urub siji astha warna/ nulya dadi
pancawarni/ lajêng dados cahya muncar/ mancur nuntên dados malih// |
Menjadi 5
cahaya yang maya/ cahaya tadi akan menjadi/ menjadi satu dalam 8 warna/
kemudian jadi 5 warna/ lalu cahaya nya akan berpencar (berpendar)/ turun dan
kemudian berubah// |
Become
5 virtual lights/ the light will become/ one in 8 colors/ then turn to 5
colors/ then the light will spread out (glowing)/ going down and then
transformed// |
50 |
cahya
mancorong kadulu/ nuntên dados cahya wêning/ tan dangu gya dados cahya/ gumilang–gilang
kaèksi/ gumilang tanpa wayangan/ ing ngriku wontên kaèksi// |
Cahaya terang
yang muncul terlebih dahulu/ kemudian akan menjadi cahaya yang bening/ tak
lama kemudian akan menjadi cahaya/ terang benderang tanpa bayangan/ disitulah
akan terlihat// |
The
bright light that appears first/ then it will become lucid light/ soon it
will become bright light/ bright without shadow/ that's where you will see// |
51 |
hèh gumêbyar
kadi daru/ myang mèmpêr kang kilat thathit/ ngasorkên sakèhing cahya/ cahya
sirna sadayèki/ nunggil dhatêng hèb sadaya/ campuring kawula gusti// |
-hèh- bersinar
seperti wahyu/ menyerupai cahaya kilat/ mengalahkan seluruh cahaya/ semua
cahaya akan hilang dayanya/ menyatu dan berlindung semuanya/ bersatunya
cahaya manusia-tuhan// |
-hèh-
shines like a revelation/ resembles a flash of lightning/ defeats all light/
all light will lose its power/ unites and all will take refuge/ when the
light of man-god unites// |
52 |
wus tan was
sumêlang kalbu/ tan nilar bathang ing bénjing/ balung daging kulit êrah/ wus
sirna dadi sawiji/ mulih marang hèb sadaya/ mung maligi ingkang kèri// |
Sudah tidak
khawatir hatinya/ kalau esok tinggal mayitnya/ tulang, daging, kulit, darah/
sudah hilang menjadi satu/ kembali kepada ‘yang menlindungi’ semuanya/ hanya
yang redup yang akan tertinggal// |
His
heart is no longer worried/ if tomorrow they will turn only as a corpse/ bone,
flesh, skin, blood/ have disappeared as one/ returned to the 'protector' of
all/ only the faintest will be left// |
53 |
jantung
sapanunggalipun/ iku kabèh padha nitis/ dadi wijining manungsa/ bola – bali
nuskmèng janmi/ yèku sajati kang aran/ amoring kawula gusti// |
Inti daripada
penyatuan itu adalah/ semuanya akan menitis/ menjadi bibitnya manusia/
bolak-balik akan menjadi manusia lagi/ sesungguhnya asalnya tak berujud/
menyatunya manusia-tuhan// |
The
essence of the unification is/ everything will incarnate/ become human seeds/
back and forth will become human again/ in fact the origin is formless/ the
merging of man-god// |
54 |
têlas Hyang
Wisnu turipun/ Hyang Éndra suka tan sipi/ myarsa kang rayi turira/ wasana ngandika
aris/ hèh yayi paran
yêktinya/ jinising alus kang yêkti// |
Selesai sudah
Hyang Wishnu berkata/ Hyang Endra sangat setuju/ mendengarkan adiknya
berkata/ mengakhiri penjelasan dengan selaras/ -heh- adikku benar sekali
tujuannya/ diperhalus intinya// |
Hyang
Wishnu finished his words/ Hyang Endra ultimately agreed/ listened to his
brother saying/ ended the explanation in harmony/ -heh- my brother it was
very right on the point/ the point is being refined// |
55 |
Ngririsik wadhag
puniku/ paran antêpira yayi/ nyata tan kabalisura/ Hyang Wisnu turira aris/
kados botên yèn wangsula/ margi wus kodrating[22]
Widhi// |
Membersihkan
badan itu/ menjuju arah yang tepat/ jelas tidak akan bisa berbalik lagi/
Hyang Wishnu berkata dengan hati-hati dan halus/ seperti tidak menjawab/
karena sudah merupakan kekuasaan mutlaknya Tuhan// |
Cleanse
the body/ and going to the right direction/ it is obviously can't turn around
again/ Hyang Vishnu said carefully and gently/ as if he didn't say anything/
because it is reached the absolute power of God// |
56 |
witing wadhag
saking alus/ mirit ujar kang sayêkti/ kang wus dadi cap – ucapan/ ananing sir
catur warni/ bumi gêni angin toya/ pan punika urut saking// |
Awalnya badan
sangat transparan/ seperti keadaan senyatanya/ yang telah di bicarakan
terdahulu/ adanya karena 4 warna/ bumi, api, angin, air/ semuanya berurutan
berasal dari// |
Initially
the body is very transparent/ like the real situation as it is/ which was
discussed earlier/ exists because of the 4 colors/ earth, fire, wind, water/
everything is inline from where it is coming from// |
57 |
alam wadhag
asalipun/ sumusup mring alus yêkti/ makatên wêdharing kantha/ mênggah
lêngipun kang bumi/ dados wujud badan kita/ gêni napsu déné angin// |
Asalnya alam
badan/ menyusup dari yang halus/ yang terurai di leher/ membentuk rongga di
bumi/ dan menjadi wujud badan kita/ api nafsu dari angin// |
Originally,
the natural beginning of body form/ is a penetration from the un-seen/ which unraveled
on our neck/ and formed a cavity in the earth/ and became the form of our
body/ the fire of lust which coming from the wind// |
58 |
napas
kadadiyanipun/ banyu dadi rahsa yêkti/ punika dados pratandha/ gêsang ing
dunya puniki/ alus angwontênkên wadhag/ saking toya ingkang kriyin// |
Kejadiannya
nafas/ air sejatinya menjadi indera/ itu telah menjadi pertanda/ kehidupan
didunia ini/ awal yang transparan yang membuat bentuk/ dari air yang
terdahulu// |
The
occurrence of breath/ the holy water becomes a sense/ it has become a sign/
of life in this world/ the transparent beginning which makes the shape/ from
the former water// |
59 |
kaananing
rahsa tuhu/ rahsa têgêsé kang yêkti/ krasa sarèh ing ngagêsang/ krêntêg
anganakkên singgih/ napsu[23]
dénapsu punika/ ngwontênakên napas[24]
singgih// |
Adanya indera
itu/ indera yang sebenar-benarnya, tegasnya/ terasa tenang didalam kehidupan/
kehendak untuk mewujudkannya/ nafsu dan nafsu itulah/ yang membuat nafas itu
hidup// |
The
existence of the senses/ the real senses, in fact/ it feel calm in real life/
the will to make it happen/ is desires and lust/ that’s what makes the breathing
alive// |
60 |
napas[25]
anganakkên iku/ raganing manungsa yêkti/ mila kamulyaning badan/ punika kang
kalong dhingin/ lajêng napasikang suda/ lajêng rah suda nututi// |
Nafas itulah
yang menjadikan/ badan manusia/ maka itulah kemuliaan badan/ adalah yang
telah menurangi dan menjadi dingin/ kemudian napasnya juga berkurang/ dan
darahpun sudah mengikuti// |
It
is the breath that makes it/ the human body/ so that is the glory of the
human body/ and when it has lessened and cooling down/ then the breathing is
also reduced/ than the blood has followed// |
61 |
nulya rêrêm
nêpsu[26]nipun/
anulya ngracut kang jisim/ ngukut praptaning kasidan/ nanging kang tanduk
pratitis/ pangangkah sarta pangarah/ sampun ngantos pindho kardi// |
Kemudian
setelah tenang nafsunya/ dan melepaskan jiwa dari raganya/ menuju kedalam situasi/
namun menjadi bertambah teliti/ dalam melangkah dan mengarahkan/ dan sudah
sampailah ke hasil yang ke 2// |
Then
after calming his lust/ and releasing his soul from his body/ heading into that
situation/ but becoming more cautious/ in stepping and directing/ than he has
arrived at the 2nd result// |
62 |
nanging yèn
pamanggih ulun/ sadaya kawruh puniki/ sagêdipun kalêksanan/ kanyataan ing
pangèsthi/ mung kanthi wani lan tatag/ ring batin gêlêm nglakoni// |
Namun
berdasarkan pemahaman saya/ semua pemahaman ini/ hanya dapat terlaksana/
kenyataannya bila di restui/ hanya melalui keberanian dan keteguhan hati/ dengan
batin yang berani melaksanakan// |
But
based on my understanding/ all of these understandings/ can only be
implemented/ in fact if it is granted/ only through courage and
determination/ with a heart that dares to carry it out// |
63 |
yèn sampun
sagêd anggayuh/ mantêp têtêg kêndêl wani/ nyirnakkên sênêning driya/ mung
nyiptaa kang dèn apti/ kados punika wus cêkap/ ringkêsaning kawruh jawi// |
Bila sudah
memahami/ mantap, tetap, teguh dan berani/ menghilangkan kesenangan indera/
hanya tertuju pada yang diinginkan hati/ hal itu sudahlah cukup/ ringkasnya
sudah paham jawa// |
When
you understand/ steady, firm, committed and brave/ eliminating the sensual
pleasures/ and only focus on what the soul desires/ that is enough/ in short,
you already understand Jawa// |
|
mênggah
gatining kang ngèlmu/ punika sampun nyêkapi/ déné kang rungsit punika/ êmpan
papaning pambudi/ patrap lan trap pancèn gawat/ arang kang sagêd kawijil// |
Apapun
kepentingannya mencari ilmu/ semua sudah mencukupi/ sebenarnya yang membuat
rumit itu/ perlengkapan pelaksanaan untuk berbudi pekerti/ sikap dan aturan
memang berbahaya/ jarang yang dapat mewujudkannya// |
Whatever
the interest is in seeking this knowledge/ everything is sufficient/ what is
actually makes it complicated/ is the implementation media for a good
character building/ attitudes and rules are dangerous/ it is rarely can make
it happen// |
|
[1]
Nubuwwah is Arabic words for = is the principle that God has appointed
exemplary individuals, i.e. prophets and messengers to communicate His guidance
to humanity/ Nurbuat =is not Indonesian words = is not Javanese words. This
translation is definitely done by a cleric
[2]
Wahyu = wahj = is the Arabic word for revelation.
In Islamic belief, revelations are God's Word delivered by His chosen
individuals – known as Messenger prophets – to mankind. Wahyu
in Javanese = Wangsit = the general meaning remained the
same but God and Messenger are different. This is
definitely inserted by a muslim cleric to switch the history storyline
[3]
Sri Ngusman Aji is not known in Javanese
literature, history or oral history; the name is referred to Arabic wordings;
then it is not possible this name is appeared in the history of Bathara.
Different time frame and different history and not correlated at all. In Javanese (in this context) it is
known only Aji Saka.
That name is fiction only. This is definitely inserted
by a muslim cleric to divert the history storyline.
[4]
This whole verse no: 11 – the originality is in doubt
[5] See
footnote no. 3 & 4
[6] See
footnote no. 3 & 4
[7] See
footnote no. 3 & 4
[8]Bani
Israel is not known at all in any Javanese history. The words are not
known in any written, sculptured from the beginning. This word appear in this
Letter is bizarre. This is definitely inserted by a muslim cleric to change the
history storyline. About Aji Saka
who is travelling across Java, it is considered as a parable of a man who is travelling
to find the promised land
[9]
This whole verse no: 12 – the originality is in doubt
[10] See
footnote no: 8 & 9
[11] See
footnote no: 8 & 9
[12] See
footnote no: 8 & 9
[13] See
footnote no: 8 & 9
[14]
Wajib is the Arabic word for A religious duty; something that Muslims
are obliged to do. Kudu is the Javanese words for must or obligatory. This is
definitely inserted by a muslim cleric
[15]
Istiyar = Istikhaar is the Arabic word
which means asking Allah to help one make a choice, meaning choosing the best
of two things where one needs to choose one of them. Kersa
= Ngersaaken = is the Javanese words for Choose.
This is definitely inserted by a muslim cleric
[16] See footnote no. 3 – 13 The originality of the whole
sentences is in doubt
[17] See
footnote no. 3 – 13 The originality of the whole sentences is in doubt
[18] See
footnote no. 3 – 13 The originality of the whole sentences is in doubt
[19]
Suwung is a position where you are in ‘a meditation state or quiet state of
mind’ and in a split second you enter to Oneness (Manunggaling Kawulo Gusti)
with The Almighty. This position is sought after by all meditator, spiritualist
and also known as a pitfall position as well for those who are not careful and
meticulous in their meditation
[20]
See footnote no.19
[21]
See footnote no.19
[22]
Kodrat is an Arabic word meaning: power, capacity, faculty, ability, competence,
sufficiency, riches. It describes God de-facto capabilities. In original
Javanese this word isn’t known; as it is considered as quite harsh (not polite).
In Javanese terms known several undeniably (de-facto) power of God = kawasa,
sakti, waskita, wisesa, ekachattra, widhiwasa, aikachattra, wasista and several
others words. This part must be change by a muslim
cleric
[23]
Napsu is an Arabic word for Nafs= spirit, life. In Javanese
= Wisaya, wiragya, nirodha. Direct meaning is
Lust. This word must be change later by a Muslim cleric
[24]
Nafas is an Arabic word occurring in the Quran, literally meaning
"self", and has been translated as "psyche",
"ego" or "soul". In Javanese this term is not known. In Indonesian;
Nafas literally meaning: breathing (related to human breathing
system). In Javanese breathing is: Ambeg, ambegan,
related to the words: Atma, bayu, prana, wiana This
word must be change later by a Muslim cleric
[25]
See footnote no: 24
[26]
Nepsu = Napsu = see footnote 23
Comments
Post a Comment