SERIES 24 - ABOUT PROCESSING THE DEATH

 


MENGENAI PEMROSESAN KEMATIAN | ABOUT PROCESSING THE DEATH

 

 

1 Q

Ini adalah hal yang sensitif untuk dibahas tetapi itu adalah satu-satunya hal yang mutlak dalam hidup kita. Ini adalah Kematian kita. Di sini kita tidak akan membahas tentang Kehidupan Setelah Kematian tetapi tentang cara kita memperlakukan atau tubuh jasmani setelah kematian kita. Ini biasanya keputusan keluarga dekat tetapi saat ini kita dapat membuat keputusan itu sebelum kematian kita. Jadi, pertanyaan pertama adalah tentang: bagaimana ritual Spiritualitas Jawa untuk Orang yang Meninggal?

 

This is a sensitive matter to be discuss but it is the only things which is absolute in our life. It is our Death. Here we are not going to discuss about Life After Death but about the way we treat or corporal body after our death. This is usually the immediate family’s decision but nowadays we can make that decision prior our death. So, first question is about: how did Javanese Spirituality rituals for Death person?

 

 

1 A

Pertama, di Indonesia kita mengetahui ada beberapa macam proses penguburan dari zaman dulu hingga saat ini

 

First, in Indonesia we know several types of burial from the ancient time till today

 

 

 

TORAJA – kotak kayu yang ditaruh di gunung batu | TORAJA – wooden box placed on a rock mountain

 

 

 

 

Suku DANI di Irian – proses balsam | DANI Tribe in Irian – embalm process

 

 



 

Suku BATAK di Toba, Sumatera Utara – sarcophagus | BATAK tribe at Toba, North Sumatera - Sarcophagus

 

 


 

Suku DAYAK di Kalimantan – kotak kayu | DAYAK Tribe at Kalimantan – wooden box

 

 


 

BALI – Proses Ngaben (dibakar) | BALI – Ngaben proses (burned)

 

 


 

BALI – Suku Trunyan – dibiarkan diudara terbuka | BALI – Trunyan Tribe – at open air area

 

 


 

JAWA KUNO – dibakar di candi| OLD JAVA – burn process in temple

 

 


 

Proses saat ini bervariasi; tapi biasanya mengikuti agama yang meninggal

 

Current process is varied; but usually follow the religion of the deceased

 

 

2 Q

Di dunia saat ini; perlakuan kita terhadap mayat adalah penting; karena ketersediaan lahan yang langka dan keluarga mencari alternatif untuk membuatnya lebih peka (tidak aggresif), lebih mudah untuk mempertahankan memori lama jika memungkinkan. Metode yang ramah terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan juga menjadi pertimbangan apalagi bagi penderita penyakit menular. Akibatnya ada beberapa cara baru dalam proses penguburan, seperti di bawah ini:

 

In today's world; our treatment of corpses is important; Because land is scarce and families are looking for alternatives to make it more sensitive (not aggressive), it is easier to retain old memories whenever possible. Environmentally friendly and sustainable methods are also a consideration, especially for people with infectious diseases. As a result there are several new ways in the burial process, as below:

 

 

 

POD BURIAL – bertujuan untuk pemakaman ramah lingkungan hidup dan berkelanjutan dengan kenangan melalui pemilihan jenis pohon

 

POD BURIAL[1] – is aiming for green and sustainable burial with memories through choosing the tree type

 

 



 

 

 

PENGUBURAN CAIR atau AIR – jenis penguburan ini bertujuan untuk waktu pemrosesan yang lebih cepat dibandingkan dengan waktu pembakaran krematorium tradisional; lebih hemat listrik karena suhu pembakaran yang rendah; menggunakan kombinasi air garam untuk melarutkan tubuh dan pembakaran api suhu rendah untuk melarutkan tulang dan hasil akhirnya (abu) adalah partikel yang lebih halus dan lebih kecil yang lebih mudah dan lebih aman untuk disebarkan ke lingkungan

 

LIQUID or WATER BURIAL[2][3] – this type of burial is aiming for faster processing hour in comparison to traditional crematorium burning time; less electricity because of low temperature of burning; using a combination of saline water to dissolve body and low fire burning to dissolved the final bones and final result (the ash) is having smoother and smaller particles which easier and safer to the environment when spreading the ashes

 

 


 

 

 

Sekarang, pertanyaannya: apakah ada preferensi bagi penganut Spiritualitas Jawa mana yang harus mereka lakukan atau tidak lakukan?

 

Now, the question: is there any preference for any Javanese Spirituality believers which way they should do or shouldn’t do?

 

 

2 A

Pemahaman Spiritual tentang kematian harus dipahami, pertama. Ada ruh orang yang baik dan yang jahat

 

The Spiritual understanding of death should be understood, firstly. There are Good-man or Bad-man spirit

 

 

 

MAYAT ORANG JAHAT

Dalam pemahaman spiritualitas Jawa mayat adalah mayat; tidak kurang dan tidak lebih. RUH yang berbeda. Ruh yang membawa Sedulur Papat akan membuat ruh tersebut tidak dapat mencapai alam Spiritual yang seharusnya. Itu disebut sebagai ruh yang tidak dapat kembali ke asal

 

 

 

 

BAD-MAN CORPSE

In Javanese spirituality understanding a corpse is a corpse; nothing less and nothing more. The SPIRIT which is different. The Spirit carried the Sedulur Papat which is then made the spirit unable to reach the Spiritual realm. That is called the undeparted soul

 

 

 

MAYAT ORANG BAIK | GOOD MAN CORPSE

 

Untuk orang yang baik; energi mereka akan tinggal di mayat. Roh dibersihkan dan pergi ke alam rspiritual tanpa ada beban yang menahannya. Untuk melarutkan energi yang tinggal di badan mayit agar segera kembali ke bentuk semula; itulah yang dilakukan oleh proses pembakaran

 

 


 

For good people; their energy will stay in the corpse. The spirit is cleansed and goes to the spiritual realm without any weight holding it back. To dissolve the energy that lives in the corpse's body so that it immediately returns to its original form; that's what the burning process does

 

 

 

Bagi penganut spiritualitas Jawa, sangat umum (biasanya terjadi) bahwa mereka mengetahui kapan mereka akan meninggal. Pada waktunya mereka akan melepaskan semua energi kemanusiaan mereka dan mencoba untuk membersihkan jiwa mereka. Beberapa orang mungkin berhasil dan beberapa tidak. Proses pembakaran hanyalah proses untuk mempercepat pengembalian badan menjadi debu

 

 



 

For believers of Javanese spirituality, it is very common (usually the case) that they know when they will die. In time they will release all their human energy and try to cleanse their souls. Some people may succeed and some may not. The burning process is only a process to speed up the return of the body to dust

 

 

 

Selain proses normal seperti di atas; dalam Spiritualitas Jawa dikenal juga Kematian Spiritual. Meskipun jenis Kematian ini sangat langka; tetapi masih dilakukan oleh orang-orang tertentu

Proses Kematian Spiritual Jawa yang dikenal sebagai RACUT (lihat Seri 11) hal ini hampir sama dengan Thukdam dalam Tibetan Buddhisme. Perbedaannya adalah: RACUT dalam posisi tidur dengan tangan & kaki sesuai gambar di atas. Begitu mereka dipastikan meninggal, perawatan jenazah tidak sepenting perjalanan roh (lihat Seri 4.05). Semua proses penangan jenazah dapat diterima; tetapi pembakaran akan membantu tubuh untuk kembali ke bentuk semula (debu) lebih cepat. Kalau manusia dari zaman dahulu sampai sekarang dikubur dan bukan di bakar; maka hari ini mungkin seluruh tanah dibumi ini sudah menjadi kuburan

 

Sekalipun RACUT adalah kematian spiritual tetapi tetap masih belum sesempurna MOKSA

 

 



 

 

In addition to the normal process as above; in Javanese Spirituality it is also known a Spiritual Death. Although this type of Death was extremely rare; but still done by certain people

The Javanese Spiritual Death Process known as RACUT (see Series 11) is similar to Thukdam in Tibetan Buddhism. The difference is: RACUT in a sleeping position with hands & feet as pictured above. Once they are confirmed dead, the care of the remains is not as important as the journey of the spirit (see Series 4.05). All corpse handling processes are acceptable; but burning will help the body to return to its original shape (dust) faster. If humans from ancient times until now were buried and not burned; then today maybe all the land on this earth has become a grave

 

Even RACUT is a spiritual death but it is still not as perfect as MOKSA

 

 

3 Q

Jadi, bagi Spiritualisme Jawa tradisi lama adalah pembakaran dan mengapa sekarang tidak banyak yang melakukannya? Dan bagaimana filosofinya bisa berubah dari membakar menjadi mengubur?

 

So, for Javanese Spiritualism the old tradition is burning and why aren't many doing it now? And how did his philosophy change from burning to burying?

 

 

3 A

Ini tentang filosofi Kehidupan setelah Kematian (lihat Seri 4.05). Dalam Spiritualitas Jawa; kami tidak mengakui konsep reinkarnasi, kebangkitan, surga dan neraka. Setiap orang memiliki Ruh yang baru, tidak ada yang memiliki Ruh bekas. Malahan, bagi Spiritualitas Jawa konsep itu merupakan konsep yang mendegradasi Tuhan sebagai Hyang Maha Esa. Konsep itu menurut Jawa adalah konsep duniawi. Bagi orang Jawa konsep itu bukanlah ajaran yang datang dari Tuhan. Semua konsep itu hanyalah cara untuk mengendalikan perilaku orang untuk selalu menjadi orang baik. Sedangkan konsept Tuhan itu sendiri jauh melampaui konsep itu

 

 


 

It is about the philosophy of Life after Death (see Series 4.05). In Javanese Spirituality; we do not recognize the concepts of reincarnation, resurrection, heaven and hell. Everyone has a new Spirit, no one has a used Spirit. In fact, for Javanese Spirituality, the concept is a concept that degrades God as The Supreme One. That concept according to Java is a worldly concept. For the Javanese, that concept is not a teaching that comes from God. All these concepts are just a way to control people's behavior to always be a good person. While the concept of God itself is far beyond that concept

 

 

 

Untuk kepercayaan Jawa; Tuhan tidak perlu menciptakan surga dan neraka untuk menghukum atau memberi penghargaan kepada siapa pun. Manusia harus bekerja keras untuk dapat mencapai alam Tuhan.

Dalam banyak filsafat agama digambarkan bahwa kehidupan di dunia lain itu seolah-olah mirip dengan kehidupan didunia. Manusia memiliki tubuh seperti di dunia. Mereka akan memiliki keluarga (suami, istri, anak dll) seperti kehidupan mereka di dunia.

Dalam kepercayaan Jawa; kehidupan setelah kematian tidak seperti itu. Banyak filosofi yang tidak mempertimbangkan bahwa setelah kematian kita tidak memiliki ego, kebutuhan, atau nafsu yang sama karena kita tidak memiliki tubuh jasmani lagi. Kehidupan setelah kematian bagi spiritualitas Jawa adalah tentang kemurnian hati dan berdoa kepada Tuhan (manembah) untuk mencapai tujuan akhir yaitu Alam Keabadian dan di Alam Keabadian itu kita akan berubah menjadi seberkas cahaya. Tidak ada tubuh sama sekali

 

For Javanese beliefs; God did not need to create heaven and hell to punish or reward anyone. Humans have to work hard to reach God's realm.

In many religious philosophies it is described that life in another world is as if it is similar to life in this world. Humans have bodies like in the world. They will have a family (husband, wife, children etc.) like their life in the world.

In Javanese belief; life after death is not like that. Many philosophies don't consider that after death we don't have the same ego, needs, or passions because we don't have a physical body anymore. Life after death for Javanese spirituality is about purity of heart and praying to God (manembah) to reach the ultimate goal which is the Eternal Realm and in that Eternity Realm we will turn into a beam of light. No body at all

 

 

 

Beberapa filosofi percaya bahwa suatu hari manusia akan dibangunkan untuk hidup kembali melalui kebangkitan atau setelah hari-hari bencana dunia. Konsep itu tidak dikenal oleh kepercayaan orang Jawa.

Jika Tuhan ingin menghapus seluruh dunia; Dia bisa melakukannya dalam nano-detik; semua menghilang dan tidak ada yang hidup sama sekali. Jika Tuhan ingin membangun yang baru; Dia bisa melakukannya dalam nano-detik juga. Mengapa Tuhan perlu membuat begitu banyak aturan dan peraturan untuk dirinya sendiri? Bagaimana manusia bisa membuat Kode Etik untuk mengendalikan Tuhan? Dia akan melakukan apa yang ingin dia lakukan. Bagi Spiritualisme Jawa, satu-satunya hal yang di minta dari manusia adalah: berdoa kepada-Nya dengan sepenuh hati yang jujur ​​dan menyerahkan diri dengan jujur ​​kepada-Nya. Segala sesuatu yang lain akan diurus. Apakah itu sulit? Ya, itu karena kita hanya Manusia

 

Some philosophies beliefs that one day human will be woken-up to be alive again through resurrection or after the calamity days of the world. That concept is unknown to the Javanese beliefs.

If God wants to delete the whole world; He can do it in nano-second; all disappear and nothing is alive whatsoever. If God wants to build a new one; He can do it in nano-second too. Why God need to make so much rules and regulations for himself? How can a human being make a Code of Conduct to control God? He will do what he wants to do. For Javanese Spiritualism the only thing he asked from human is to: perform your prayer to Him with your whole honest heart and surrender yourself honestly to Him. Everything else will be taken care of. Is that difficult? Yes, it is because we are only a Human

 

 

 

Keyakinan spiritual Jawa kuno tidak pernah mengakui filosofi seperti itu; Filosofi itu berasal dari negara lain bukan Jawa

 

Ancient Javanese spiritual beliefs never acknowledge those kinds of philosophies; those philosophies are coming from other countries not Java

 

 



Comments

Popular Posts